Tren decluttering itu seru kalau kamu tipe orang yang suka dengan barang sekali pakai. Tapi kalau kamu termasuk orang yang suka memperbaiki barang (seperti saya), tren ini rasanya sulit sekali untuk diikuti. Rasanya sayang banget membuang sesuatu yang sebenarnya masih punya potensi hidup kedua, bahkan ketiga.
Kamu tahu kan
rasanya ketika melihat barang rusak, terus otak langsung muter: "Ini kalau
dibenerin, masih bisa dipakai, kok." Atau yang lebih kreatif, "Komponennya
bisa diambil buat benerin barang lain."
Nah, buat yang
punya mental "MacGyver", barang rusak itu ibarat harta karun. Buat
apa decluttering kalau ujung-ujungnya malah nyesel karena ternyata butuh barang
yang sudah dibuang?
Barang Rusak Bukan Sampah, Tapi Peluang
Lihat komputer
mati total di pojokan kamar? Buat sebagian orang, itu cuma bikin sempit ruang.
Tapi buat tukang otak-atik seperti saya, itu tantangan!
"Hmmm
power supply-nya bisa dipakai buat proyek DIY," pikir saya. Atau ada raket
nyamuk yang baterainya rusak? "Hei, lampu LED-nya masih bagus, kan bisa
dijadiin lampu cadangan saat listrik mati."
Barang-barang
yang rusak itu tidak cuma sekadar barang rusak. Mereka itu seperti teka-teki yang
menunggu untuk dipecahkan.
Kadang ada
kepuasan luar biasa saat berhasil memperbaiki sesuatu yang tadinya dianggap tidak
berguna. Bahkan kalau tidak bisa diperbaiki, setidaknya komponennya bisa
dipakai buat barang lain. Ini yang bikin hobi memperbaiki jadi semacam seni.
Decluttering Itu Gampang Buat yang Nggak Punya Emosi Sama Barang
Kamu pernah dengar prinsip Marie Kondo soal "spark joy"? Nah, buat tukang perbaiki barang, joy itu muncul bukan pas barangnya rapi, tapi pas barang rusak bisa nyala lagi. Apalagi kalau itu barang kenangan.
Orang yang hobi memperbaiki barang punya hubungan emosional dengan benda-benda mereka. Itu sebabnya, konsep decluttering sering terasa terlalu dingin. Barang itu nggak cuma soal fungsi, tapi juga tentang cerita.
Koleksi Barang Rusak: Investasi Masa Depan
Sebelum kamu
bilang, "Ah, itu kan cuma alasan buat menumpuk barang," coba pikir
lagi. Pernah nggak, kamu butuh sekrup kecil yang spesifik banget, terus sadar
bahwa beli baru itu repot dan mahal? Kalau kamu punya koleksi barang rusak,
tinggal bongkar satu, dan voila! Masalah selesai.
Barang rusak itu sering kali jadi penyelamat saat krisis. Misalnya charger laptop mati karena kabelnya rusak, tapi charger-nya masih bagus. Tinggal ganti kabel, dan beres. Kamu nggak perlu keluar uang ratusan ribu buat beli yang baru.
Atau, kalau kamu suka
crafting, ada ribuan proyek DIY yang bisa dibuat dari barang-barang yang
dianggap "nggak ada gunanya."
Kenapa Harus Buang Kalau Bisa Memperbaiki?
Budaya buang-buang barang itu sebenarnya nggak sehat, baik buat lingkungan maupun kantong. Produksi barang baru butuh sumber daya besar, dan banyak barang lama yang dibuang malah jadi sampah elektronik yang sulit terurai.
Padahal sering
kali yang dibutuhkan cuma sedikit usaha untuk memperbaiki atau memanfaatkan
ulang komponen.
Coba pikir:
apakah kita benar-benar butuh barang baru setiap kali ada yang rusak? Atau,
apakah kita bisa jadi sedikit lebih kreatif dan sabar untuk memperbaiki apa
yang sudah kita punya? Dengan cara ini, kita nggak cuma menghemat uang, tapi
juga membantu mengurangi limbah.
Memperbaiki Barang: Sebuah Gaya Hidup
Hobi
memperbaiki barang bukan cuma tentang mengisi waktu luang atau hemat uang. Ini
tentang pola pikir. Ini tentang melihat potensi di tempat yang orang lain
anggap nggak ada. Dan, ya, ini juga tentang rasa puas yang datang dari usaha
sendiri.
Decluttering mungkin cocok untuk orang yang ingin hidup lebih simpel. Tapi buat mereka yang melihat barang rusak sebagai peluang, decluttering itu kayak membuang kesempatan untuk berkarya.
Jadi kalau kamu punya tumpukan barang "nggak
jelas" di sudut rumah, anggap saja itu investasi kreatif. Siapa tahu,
suatu hari nanti kamu butuh mereka untuk menyelamatkan barang lain.
Kesimpulan
Hidup itu nggak selalu harus rapi dan minimalis. Kadang, justru di tengah tumpukan barang rusak, ada ide-ide brilian yang bisa lahir. Jadi, tren decluttering itu boleh populer, tapi jelas nggak berlaku buat kita yang suka memperbaiki sesuatu.
Barang-barang kita punya cerita, potensi, dan masa depan kedua. Kalau
decluttering membuat orang lain merasa ringan, memperbaiki barang membuat kita
merasa hidup lebih penuh arti.