Ada orang-orang yang selalu muncul di linimasa kamu, bikin heboh dengan drama atau unggahan yang bikin geleng kepala. Terkadang kamu bertanya-tanya, “Mereka ini cari perhatian banget, deh. Apa nggak capek?”
Well, selamat
datang di era clout chasing. Fenomena ini nggak asing lagi di dunia maya,
terutama di Instagram, TikTok, dan Twitter. Tapi sebenarnya apa itu clout
chasing?
Apa Itu Clout dan Clout Chasing?
Clout itu
singkatnya berarti pengaruh. Dalam konteks media sosial, ini merujuk pada seberapa
besar seseorang bisa “mengguncang dunia maya” lewat kontennya.
Sementara itu,
chasing adalah usaha untuk mengejar sesuatu. Gabungkan dua kata ini, jadilah clout
chasing: usaha mencari pengaruh atau perhatian dengan cara apa pun, bahkan
kalau itu berarti bikin kontroversi atau drama palsu.
Kamu pasti
pernah lihat konten seperti ini: orang pamer gaya hidup mewah yang ternyata
sewa, bikin challenge absurd yang berbahaya, atau sengaja bikin keributan
online hanya demi engagement. Kalau istilah dulu, ini semacam “pansos” alias
panjat sosial, tapi sekarang levelnya sudah naik kelas.
Mengapa Orang Melakukan Clout Chasing?
Di balik semua
usaha bikin konten viral, ada satu motivasi besar: validasi. Di era digital,
perhatian adalah mata uang. Semakin banyak likes, komentar, atau shares,
semakin besar peluang seseorang untuk “dianggap ada.”
Ada juga
alasan finansial. Influencer dengan banyak pengikut sering mendapat tawaran
kerja sama dari merek atau penghasilan dari monetisasi. Jadi bagi sebagian
orang, clout chasing bukan cuma soal perhatian, tapi juga penghasilan.
Namun harga
yang harus dibayar nggak sedikit. Banyak yang rela mengorbankan privasi,
integritas, bahkan kesehatan mental demi mendapatkan pengaruh online.
Bagaimana Cara Mengenali Clout Chaser?
1. Drama Berlebihan
Selalu ada
masalah yang mereka lempar ke publik. Kalau nggak ribut sama akun lain, mereka
bikin pernyataan kontroversial yang jelas-jelas untuk memancing reaksi.
2. Konten Palsu atau Dibuat-Buat
Mereka sering
pamer sesuatu yang tidak sesuai kenyataan. Gaya hidup mewah? Bisa jadi itu cuma
pinjaman. Hubungan romantis? Mungkin cuma strategi konten.
3. Obsesi dengan Angka
Kalau kamu
lihat ada yang terus-terusan memamerkan jumlah followers atau memohon untuk di-like,
kemungkinan besar mereka sedang mengejar validasi dari angka-angka
tersebut.
Bahaya Clout Chasing
Terlihat
menarik di luar, tapi clout chasing itu punya dampak yang sering
diabaikan:
1. Stres dan Kecemasan
Selalu
mengejar perhatian itu melelahkan. Bayangkan harus terus-terusan memikirkan
cara agar konten kamu tetap relevan. Kalau gagal, rasa takut dilupakan bisa
bikin cemas, bahkan depresi.
2. Distorsi Nilai Diri
Ketika hidupmu
bergantung pada likes dan komentar, kamu kehilangan makna sejati tentang diri
sendiri. Validasi dari dunia maya jadi lebih penting daripada hubungan
nyata.
3. Kehilangan Reputasi
Apa yang kamu
lakukan untuk “viral” hari ini bisa jadi bumerang di masa depan. Orang-orang
nggak lupa, terutama kalau kamu terlibat skandal atau menyebar informasi
palsu.
Cara Bijak Membangun Kehadiran Online
Clout chasing
mungkin terlihat menggoda, tapi ada cara lain yang lebih sehat untuk eksis di
dunia maya:
1. Fokus pada Konten Berkualitas
Alih-alih
bikin drama, cobalah berbagi sesuatu yang benar-benar bermanfaat. Edukasi,
hiburan positif, atau cerita inspiratif lebih berkesan daripada sensasi
sesaat.
2. Prioritaskan Kesejahteraan Mental
Nggak semua
hal harus diunggah. Kadang, rehat dari media sosial justru membantu kamu
melihat hidup dengan perspektif yang lebih jernih.
3. Bangun Komunitas yang Positif
Daripada
mengejar angka, lebih baik fokus membangun hubungan yang autentik dengan
pengikutmu. Mereka yang benar-benar mendukung kamu akan tetap ada, bahkan saat
kamu nggak “viral”.
Akhir Kata
Mengejar
pengaruh itu sah-sah saja, tapi pastikan caranya sehat dan jujur. Jangan
biarkan keinginan untuk diakui oleh dunia maya mengorbankan dirimu yang sebenarnya.
Ingat, validasi paling penting adalah yang datang dari diri sendiri, bukan dari
jumlah followers.