Ada fenomena yang cukup menarik, bahkan bikin geleng-geleng kepala, soal orang-orang yang nekat pergi berhaji tanpa modal apa-apa. Entah itu naik sepeda, naik sampan kecil, atau lebih absurd lagi jalan kaki dari Indonesia ke Saudi. Kalau kamu dengar cerita seperti ini, apa yang langsung terlintas? Salut, kagum, atau malah, "Apa sih yang mereka pikirin?"
Kalau dihitung kasar, perjalanan dari Jakarta ke Mekah itu lebih dari 11 ribu kilometer. Bayangkan kamu jalan kaki 20 kilometer sehari tanpa libur. Dibutuhkan lebih dari 7 tahun buat sampai ke sana. Itu pun kalau nggak ada hambatan.
Dan jangan lupa, perjalanan ini lintas negara. Tiap negara punya aturan sendiri, termasuk soal visa, paspor, dan izin tinggal.
Jadi pertanyaannya, gimana mereka lolos? Apa cuma berharap kebaikan hati orang sepanjang jalan? Kalau iya, itu bukan cuma nekat, tapi juga bergantung pada keberuntungan yang luar biasa.
Berhaji Itu Nggak Gratis
Haji bukan cuma soal niat, tapi juga kemampuan. Ini bukan sekadar pendapat, tapi jelas ada dalam syariat. Kamu harus mampu secara finansial dan fisik. Kalau nggak punya uang, apalagi sampai harus berutang atau meminta donasi sepanjang perjalanan, haji malah nggak diwajibkan.
Kalau ada yang beranggapan "Allah pasti kasih jalan," itu setengah benar. Allah kasih jalan, tapi kamu juga harus punya usaha yang realistis.
Lalu kenapa masih ada yang memaksa? Mungkin mereka merasa ini soal keimanan. Tapi keimanan juga butuh logika. Ibaratnya begini: kamu mau berenang menyeberangi samudra tanpa perahu. Apakah itu wujud keberanian atau malah mengabaikan akal sehat?
Negara Lain Itu Bukan Halangan Kecil
Untuk sampai ke Mekah, kamu harus melewati banyak negara. Malaysia, Thailand, India, dan seterusnya. Tiap negara punya kebijakan imigrasi, apalagi di negara yang sedang berkonflik. Tanpa paspor atau visa, kamu otomatis dianggap ilegal. Kalau tertangkap, risikonya mulai dari dideportasi sampai dipenjara.
Bahkan kalau lolos, kamu masih harus menghadapi masalah logistik: makan, minum, tempat istirahat, dan keamanan. Semua itu butuh uang.
Ada cerita soal orang Indonesia yang nekat jalan kaki ke Mekah. Katanya, mereka mengandalkan sumbangan dari penduduk lokal di negara-negara yang mereka lewati. Ini terdengar indah, tapi juga problematis. Kenapa? Karena kamu, secara tidak langsung, memindahkan beban tanggung jawab finansialmu ke orang lain. Apa itu etis?
Keajaiban Itu Memang Ada, Tapi...
Saya tidak sedang meremehkan kekuatan Tuhan, ya. Tuhan itu Maha Kuasa. Kalau Dia berkehendak, tentu segala hal bisa terjadi. Tapi syarat berhaji sudah jelas: mampu. Kalau kamu nggak mampu, ya nggak dosa.
Bahkan Allah memberi kemudahan dengan syarat ini. Jadi kenapa harus memaksakan diri sampai mengabaikan logika dan aturan?
Apakah mereka yang nekat ini berpikir bahwa perjuangan mereka akan lebih "bernilai" di mata Tuhan? Mungkin. Tapi bukankah ibadah harus dilakukan dengan cara yang benar? Tuhan nggak butuh kamu sengsara dulu untuk membuktikan niatmu. Dia tahu isi hati kamu, tanpa perlu perjalanan penuh drama.
Apa yang Harus Dilakukan Kalau Belum Mampu?
Kalau kamu punya niat besar untuk berhaji, itu luar biasa. Tapi niat saja nggak cukup. Mulailah dari persiapan finansial. Sisihkan uang secara rutin. Cari pekerjaan tambahan kalau perlu. Atau kalau memang kondisi benar-benar sulit, fokuskan dulu pada ibadah lain yang kamu bisa lakukan sekarang. Ingat, haji itu hanya wajib bagi yang mampu.
Renungan Akhir
Fenomena nekat haji ini sebenarnya bukan cuma soal keberanian, tapi juga pemahaman. Kita sering menganggap bahwa perjuangan fisik atau mental yang ekstrem otomatis berbanding lurus dengan pahala.
Padahal ibadah yang benar adalah yang dilakukan sesuai tuntunan. Kalau kamu memang belum mampu, itu bukan aib. Tuhan tahu batas kemampuanmu, dan Dia nggak akan membebani kamu di luar kapasitasmu.
Jadi sebelum kamu memutuskan untuk melakukan sesuatu yang terlihat mulia di permukaan, tanyakan dulu: apakah ini benar-benar langkah yang bertanggung jawab? Karena haji itu bukan soal sampai ke Mekah saja, tapi bagaimana caramu menuju ke sana dengan cara yang diridhai.