Ya, Saya Menilai Orang dari Selera Musik Mereka

Saya Menilai Orang dari Selera Musik Mereka
 

Saya harus jujur, saya adalah tipe orang yang suka langsung bikin penilaian soal seseorang cuma dari selera musiknya. Ya, terdengar kayak saya gampang nge-judge? Mungkin.

 

Tapi saya yakin, musik itu lebih dari sekadar hiburan. Itu cara kamu nunjukin siapa kamu sebenarnya. Jadi buat saya, nggak salah dong kalo saya bikin asumsi kecil-kecilan dari playlist orang?

 

Musik Itu Lebih dari Sekadar Bunyi

 

Musik itu bukan cuma sekadar suara yang kamu dengar di Spotify atau YouTube. Musik adalah refleksi diri. Kamu bisa banyak tahu tentang seseorang dari lagu-lagu yang dia dengar.

 

Misalnya nih, kamu lagi nongkrong sama seseorang yang tiba-tiba nyetel lagu boyband tahun 90-an. Saya langsung mikir, "Oke nih orang hidupnya penuh nostalgia, mungkin susah move on." Cuma karena selera musik saja, saya sudah bisa menangkap vibes orang itu.

 

Sekarang, bandingkan dengan orang yang playlist-nya penuh sama musik indie yang jarang dikenal orang. Apa yang langsung terlintas di pikiran saya?

 

"Oke, nih orang pasti punya selera yang beda, suka sesuatu yang nggak mainstream, dan pastinya agak curious soal dunia."

 

Salah? Belum tentu juga. Tapi, kamu ngerti kan maksud saya?

 

Selera Musik Itu Cermin Kepribadian

 

Tak bisa dipungkiri, selera musik itu gambaran diri kamu. Kalau kamu suka musik metal, kemungkinan kamu punya sisi pemberontak, atau minimal kamu suka sesuatu yang keras dan berenergi.

 

Beda cerita kalo kamu suka pop yang mainstream—mungkin kamu lebih nyaman di zona yang aman dan nggak terlalu suka ambil risiko. Dan itu nggak apa-apa, tidak ada salah benar. Tapi ya gitu, musik yang kamu pilih itu memberi petunjuk tentang diri kamu.

 

Ada lagi nih, orang yang suka musik klasik. Buat saya, itu tanda orang punya taste seni yang tinggi, bukan sekadar ikut-ikutan tren.

 

Tapi kalau playlist-nya isinya lagu-lagu viral dari TikTok? Hmm… ya mungkin kreativitas bukan prioritas utama mereka. Sekali lagi, nggak ada yang salah dengan itu, tapi saya jadi punya gambaran soal mereka.

 

Musik Itu Kamu Banget

 

Musik adalah apa yang kamu dengarkan, dan itu secara tidak langsung menunjukkan apa yang kamu pikirkan atau rasakan.

 

Contoh, kamu ketemu orang yang playlist-nya campur aduk—dari lagu EDM keras ke balada patah hati. Saya langsung mikir, “Nih orang kayaknya bingung sama identitasnya sendiri.” Terlalu banyak loncatan genre yang nggak nyambung itu sedikit bikin saya meragukan kejelasan preferensi mereka.

 

Tapi kalau kamu nemu orang dengan playlist yang konsisten, tiap lagu nyambung satu sama lain, itu tanda mereka tahu apa yang mereka mau. Orang yang punya kontrol atas selera musiknya, biasanya punya kontrol juga atas hidupnya. Setidaknya itu asumsi saya.


music is you
Image by Omar Medina://pixabay.com


Jangan Jadi Budak Tren

 

Saya sering kasihan sama orang yang selera musiknya cuma mengikuti tren. Lagu viral dikit, langsung dimasukkan ke playlist tanpa benar-benar mengerti lirik atau makna lagu itu.

 

Buat saya, musik adalah soal hubungan emosional. Kalo kamu mendengarkan lagu cuma karena semua orang sedang dengerin, kamu sebenarnya melewati inti dari musik itu sendiri.

 

Musik itu personal. Kamu harus merasakan tiap beat dan liriknya. Jadi, kalau kamu cuma ngikut tren, ya mungkin kamu orangnya nggak terlalu mikir panjang soal hal-hal emosional. Dan ya, saya akan mikir dua kali sebelum menganggap selera kamu serius.

 

Apakah Saya Terlalu Cepat Menilai?

 

Mungkin kamu mikir saya terlalu cepet nge-judge orang. Bisa jadi ada orang dengan selera musik yang aneh tapi ternyata mereka pintar banget atau punya kedalaman pribadi yang tak terduga.

 

Tapi hidup ini kan nggak selalu ada waktu buat kenal orang satu per satu secara mendalam, kan? Musik bisa dipakai sebagai jalan pintas buat melihat gambaran besar seseorang.

 

Kamu mungkin tidak setuju dengan cara saya menilai orang. Tidak masalah, itu hak kamu. Tapi dari pengalaman saya, playlist seseorang sering kali jadi petunjuk besar soal siapa mereka sebenarnya. Dan biasanya, penilaian saya nggak meleset.

 

Jadi, lain kali kalau kamu kasih tahu saya playlist kamu, ingat satu hal: saya nggak cuma mendengarkan lagunya, saya juga mendengarkan siapa kamu sebenarnya.

Lebih baru Lebih lama