Di medsos kita sering melihat orang mem-posting kalau di Indonesia itu katanya susah cari uang, susah cari kerja. Tapi anehnya, begitu ada gelaran konser, tiketnya sold out. Nggak peduli harganya ratusan ribu atau sampai jutaan rupiah, tetap saja ludes.
Belum lagi
kalau ada barang-barang yang lagi hits, seperti boneka Labubu atau merchandise
Harry Potter yang bikin orang rela antre di mal.
Jadi ini bagaimana
sih? Rakyat Indonesia sebenarnya kaya atau semua ini cuma ilusi?
Tiket Konser Ludes, Uang dari Mana?
Tiap kali ada
konser besar, apalagi kalau artisnya internasional atau lagi viral di media
sosial, tiketnya langsung habis. Konser Coldplay misalnya, nggak perlu ditanya
lagi, tiketnya terjual dalam hitungan menit. Orang-orang rela beli tiket paling
mahal sekalipun, biar bisa lihat idola dari dekat. Tapi bukannya katanya cari
uang susah?
Mungkin buat
beberapa orang, ini soal prioritas. Mereka rela nabung berbulan-bulan buat beli
tiket konser. Ada juga yang merasa konser itu hiburan penting, yang harus
dinikmati meskipun harus pinjam ke pinjol.
Ada banyak
alasan kenapa orang tetap mau mengeluarkan uang buat konser, mulai dari pengalaman
sampai ikut tren biar nggak ketinggalan.
Tapi apakah
ini berarti rakyat Indonesia sebenarnya makmur, atau cuma sekelompok orang saja
yang punya daya beli lebih tinggi?
Fenomena Boneka Labubu: Hobi atau Gaya Hidup?
Kalau kamu
belum familiar sama boneka Labubu, boneka ini lagi ngehits banget di kalangan
kolektor. Saking hits-nya, orang-orang rela antre dari subuh buat mendapatkannya.
Harganya juga nggak murah, tapi orang rela antre sampai berjam-jam cuma buat
boneka.
Jawabannya
mungkin ada di gaya hidup. Banyak orang yang mengikuti tren atau cuma nggak mau
ketinggalan (yep, FOMO strikes again!).
Fenomena kayak
gini bukan hal baru di Indonesia. Setiap ada barang yang dianggap “langka” atau
“limited edition,” selalu saja ada yang berlomba buat mendapatkannya, meskipun
harganya nggak masuk akal.
Buat sebagian
orang, punya barang kayak gitu bisa bikin mereka merasa lebih “in” atau sekadar
bangga karena punya barang yang nggak semua orang bisa dapatkan.
Kembali lagi,
apakah antrean ini tanda orang Indonesia makmur? Atau cuma keinginan buat
ikut-ikutan tren?
Ilusi Kemakmuran atau Realita Konsumsi?
Kalau dilihat
sekilas, kita mungkin mikir, “Oh, ternyata banyak orang Indonesia yang kaya,
ya? Tiket konser mahal ludes, boneka Labubu mahal pun laku keras.”
Namun
realitanya nggak sesederhana itu. Banyak yang rela mengorbankan kebutuhan lain
atau ambil cicilan demi barang-barang itu. Jadi ini lebih ke soal prioritas
konsumsi ketimbang tanda kemakmuran.
Ada kelompok
orang yang memang punya daya beli tinggi. Mereka bisa beli tiket konser tanpa
mikir panjang, atau beli barang-barang yang lagi hits tanpa masalah.
Ada juga yang
rela mengorbankan kebutuhan dasar atau menabung lama banget cuma buat merasakan
momen tertentu.
Jadi apakah
rakyat Indonesia makmur? Jawabannya tidak sesederhana hitam-putih. Ada yang
mampu, tapi banyak juga yang harus bersiasat.
Kesenjangan yang Makin Terlihat
Fenomena
konser sold out dan boneka Labubu ini sebenarnya memberi gambaran jelas soal kesenjangan
ekonomi di Indonesia.
Di satu sisi,
ada kelompok yang bisa menikmati hiburan mewah, di sisi lain masih banyak yang
kesulitan buat sekadar memenuhi kebutuhan harian.
Jadi kalau hanya
lihat dari fenomena-fenomena ini saja, mungkin kesannya orang Indonesia
sejahtera. Padahal kenyataannya nggak semua orang punya kemewahan yang sama.
Meskipun tiket
konser ludes dan antrean boneka panjang, ini tidak berarti semua orang bisa
hidup nyaman. Kita masih punya PR besar buat mengatasi kesenjangan ini. Buat
sebagian orang, konser atau boneka mewah itu hiburan. Buat yang lain mereka
cuma bisa nonton dari unggahan orang di YouTube.
Balik lagi ke
pertanyaan awal: apakah ini cuma ilusi atau realita? Jawabannya mungkin ada di
tengah-tengah. Ada sekelompok orang yang punya daya beli lebih tinggi dan bisa
mengalokasikan uang buat hiburan atau barang-barang mewah. Tapi bukan berarti
seluruh rakyat Indonesia sudah makmur.
Fenomena ini memberi
kita dua sisi cerita. Di satu sisi, kita melihat daya beli masyarakat yang
makin tinggi di kalangan tertentu. Di sisi lain, kesenjangan ekonomi masih jadi
masalah besar yang harus dihadapi.
Yang jelas,
kita nggak bisa bilang kalau semua orang di Indonesia sudah sejahtera hanya
karena konser selalu sold out atau ada yang rela antre buat beli boneka. Di
balik semua ini, setiap orang punya cerita dan prioritas masing-masing.