Negeri di Mana Aturan Dibentuk dan Dibelokkan

 

Negeri di Mana Aturan Dibentuk dan Dibelokkan

Di sebuah negeri yang penuh dengan keindahan alam dan kekayaan budaya, ada satu hal yang membuatnya ternoda. Aturan-aturannya yang seperti adonan, bisa dibentuk sesuai keinginan sang pembuat roti, atau dalam kasus ini, sang penguasa.

 

Sebuah negeri di mana hukum lebih mirip permainan catur. Setiap gerakan dipikirkan matang-matang, bukan demi keadilan tapi demi melanggengkan kekuasaan.

 

Saya pernah mendengar dari seorang tetua, “Aturan itu seperti bayang-bayang, mereka ada hanya saat dibutuhkan, dan hilang ketika tak lagi menguntungkan.”

 

Awalnya saya tidak terlalu memahami maksudnya. Namun seiring bertambahnya usia dan pengalaman, saya mulai melihat realitas yang tersembunyi di balik kata-katanya.

 

Negeri ini seperti banyak negeri lainnya, dibangun di atas fondasi aturan yang pada dasarnya bertujuan untuk melindungi dan menyejahterakan rakyatnya. Tapi apa yang terjadi ketika aturan itu sendiri berubah menjadi alat untuk menekan dan mengontrol?

 

Aturan yang Fleksibel, Siapa yang Untung?


Ada satu ungkapan populer lainnya, “Aturan dibuat untuk dilanggar.” Tapi di sini, aturan bukan hanya dilanggar, mereka dibelokkan dengan lihai demi kepentingan segelintir orang.

 

Aturan diubah memberikan keringanan hanya kepada mereka yang memiliki hubungan dekat dengan penguasa. Sebuah kemudahan bagi yang berkuasa, tapi sebuah beban bagi mereka yang terpinggirkan.

 

Apakah ini adil? Tentu tidak. Tapi di negeri ini keadilan adalah sesuatu yang bisa dinegosiasikan. Aturan hanyalah alat tawar-menawar dalam permainan besar kekuasaan. Siapa yang paling kuat, dialah yang menentukan aturan mainnya. Rakyat biasa hanya bisa mengikuti sambil mengelus dada.

 

Penguasa yang Licik atau Rakyat yang Tertipu?


Di sisi lain, ada yang berargumen bahwa penguasa yang mampu membelokkan aturan adalah cerminan kecerdasan politik mereka. Mereka yang mampu bertahan di puncak kekuasaan, meski dengan cara-cara yang tidak etis, dianggap sebagai “pemenang”. Tapi, apa artinya kemenangan jika itu dibangun di atas penderitaan banyak orang?

 

Dalam politik, tidak ada hitam dan putih, hanya ada abu-abu. Setiap permainan politik yang membelokkan aturan demi kekuasaan pasti akan memakan korban. Dan sayangnya, korban-korban itu adalah rakyat biasa yang tidak memiliki kekuatan untuk melawan atau mengubah keadaan.

 

Apa yang Bisa Kita Lakukan?


Lalu apa yang bisa kita lakukan? Diam saja dan membiarkan aturan terus dibelokkan sesuka hati mereka yang berkuasa? Atau bangkit dan mencoba mengubah sesuatu?

 

Saya bukan seorang idealis yang berpikir bahwa semua masalah bisa diselesaikan dengan mudah. Saya tahu bahwa sistem yang sudah rusak tidak bisa diperbaiki dalam semalam.

 

Tapi saya percaya bahwa perubahan bisa dimulai dari hal-hal kecil. Mulai dari mempertanyakan aturan-aturan yang tidak masuk akal, berbicara tentang ketidakadilan yang kita lihat, dan mendukung mereka yang berani melawan arus.

 

Kita juga harus lebih kritis terhadap penguasa kita. Jangan mudah terbuai oleh janji-janji manis yang mereka lontarkan. Sejarah telah menunjukkan berkali-kali bahwa janji manis sering kali hanya topeng untuk menutupi niat yang sebenarnya.

 

Akhirnya, Semua Tergantung Kita


Pada akhirnya, negeri yang beragam aturannya dibelokkan demi kekuasaan adalah cerminan dari kita semua. Kita yang memilih untuk diam, kita yang memilih untuk mengabaikan, dan kita yang memilih untuk menerima segalanya begitu saja.

 

Tapi kita juga punya pilihan untuk tidak tinggal diam, untuk tidak membiarkan ketidakadilan merajalela, dan untuk tidak tunduk pada kekuasaan yang menindas.

 

Mungkin kita tidak bisa langsung mengubah negeri ini menjadi tempat yang sempurna. Tapi dengan kesadaran, keteguhan hati, dan keberanian untuk berbicara, kita bisa membuat perubahan.

 

Karena pada akhirnya, negeri ini adalah milik kita, dan kitalah yang bertanggung jawab atas masa depannya. Jadi mari kita mulai dengan langkah kecil, dan terus berjuang untuk memastikan bahwa aturan dibuat untuk melindungi, bukan untuk menindas.

Lebih baru Lebih lama