Study tour atau wisata edukasi seringkali menjadi agenda wajib bagi para siswa, khususnya di jenjang sekolah menengah. Kegiatan ini dikemas sebagai sarana pembelajaran di luar kelas yang diharapkan dapat memberikan pengalaman baru dan bermanfaat bagi para siswa.
Namun
berkaitan dengan tragedi kecelakaan rombongan siswa SMK Lingga Kencana di
Subang, muncul berbagai kritik dan kekhawatiran terkait pelaksanaan study tour.
Banyak pihak yang mempertanyakan manfaat dan urgensinya, bahkan tidak sedikit
yang menganggapnya sebagai kegiatan yang memboroskan waktu dan biaya.
Sebagai
seseorang yang pernah mengikuti study tour sewaktu SMA dulu, saya memiliki
pandangan tersendiri mengenai kegiatan ini. Menurut saya, study tour tidak
perlu dihapus secara keseluruhan, namun perlu dilakukan penyesuaian dan
evaluasi agar lebih efektif dan bermanfaat bagi para siswa.
Pertama,
penting untuk mengevaluasi tujuan dan konsep study tour. Apakah tujuan utama
study tour adalah untuk belajar, atau hanya untuk bersenang-senang? Jika
tujuannya hanya untuk jalan-jalan, maka tidak perlu menyebutnya sebagai study
tour. Sebaiknya gunakan istilah yang lebih tepat, seperti wisata atau rekreasi,
agar tidak membohongi para siswa dan orang tua mereka.
Kedua, study
tour harus dirancang dengan baik dan sesuai dengan kurikulum sekolah. Materi
yang dipelajari selama study tour harus relevan dengan apa yang dipelajari di
kelas, sehingga dapat menjadi sarana pengayaan belajar yang efektif.
Ketiga, penting untuk mempertimbangkan kemampuan finansial para siswa. Study tour seringkali membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sehingga dapat menjadi beban bagi siswa yang kurang mampu. Untuk membantu siswa kurang mampu tersebut, sekolah dapat menyediakan bantuan dari komite sekolah, alumni dan donatur, atau mencari sponsor dari perusahaan atau organisasi lain.
Keempat, pihak
sekolah harus bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan para siswa selama
perjalanan. Study tour diselenggarakan oleh pihak sekolah, maka sudah
sewajarnya pihak sekolah bertanggung jawab penuh. Ya memang, setiap aktivitas
selalu ada risiko yang mengintai. Tapi pihak sekolah bisa bertanggung jawab
dengan misalnya memilih layanan bus wisata yang kredibel dan armadanya baru,
atau memilih tempat yang rutenya aman.
Kelima, perlu
ada alternatif bagi siswa yang tidak ingin atau tidak mampu mengikuti study
tour. Siswa yang memilih untuk tidak ikut study tour tidak boleh dihukum atau
dipaksa untuk membayar biaya yang sama dengan siswa yang ikut. Mereka bisa
melakukan kegiatan alternatif seperti mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat
di sekitar sekolah, atau meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya di bidang
tertentu lewat workshop atau seminar. Yang terpenting adalah kegiatan tersebut
bermanfaat bagi siswa dan sesuai dengan minat dan bakat mereka.
Keenam,
penting untuk melakukan evaluasi terhadap study tour setelah selesai
dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti survei
terhadap siswa, orang tua, dan guru pendamping. Hasil evaluasi ini dapat
digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas study tour di masa depan.
Study tour
dapat menjadi kegiatan yang bermanfaat bagi para siswa jika dirancang dengan
baik dan dilaksanakan dengan bertanggung jawab. Dengan melakukan penyesuaian
dan evaluasi, study tour dapat menjadi sarana pembelajaran yang efektif dan
menyenangkan bagi para siswa.
Lagi pula
jalan-jalan bareng teman sekelas ke luar kota adalah hal menyenangkan, dan
menjadi sebuah momen yang mungkin akan diingat hingga mereka tua nanti.
Sebagai penutup, marilah kita bersama-sama mencari solusi terbaik untuk menjadikan study tour sebagai kegiatan yang bermanfaat bagi para siswa, tanpa mengabaikan aspek keamanan, biaya, dan hak-hak mereka.