Kasus ini membuat kita semua geleng-geleng kepala, Dewi Sandra mendapati dirinya menjadi korban kemarahan online yang salah sasaran. Dewi Sandra tanpa disadari masuk ke dalam pusaran kebencian di dunia maya. Semua itu berkat kekeliruan netizen yang maha benar dengan selebriti Sandra Dewi, yang suaminya, Harvey Moeis terlibat dalam skandal korupsi Rp271 trilyun.
Akun Instagram-nya
@dewisandra
dihujani dengan berbagai komentar negatif. Tampaknya, kemiripan namanya dengan
Sandra Dewi yang memiliki akun @sandradewi88, sudah cukup untuk memicu
reaksi berantai kemarahan yang salah tempat.
Netizen
Indonesia yang dipicu oleh mentalitas "ngotot dulu, cek fakta belakangan",
melepaskan rentetan komentar pedas yang ditujukan kepada Dewi Sandra. Dugaan,
tuduhan, dan komentar-komentar tidak menyenangkan bertebaran tanpa dasar
faktual atau jeda sejenak untuk merenung.
Hal ini menjadi
pengingat akan jalan berbahaya yang kita lalui di era kepuasan instan dan
reaksi spontan. Mengapa repot-repot dengan detail atau fakta-fakta yang
merepotkan jika kamu bisa langsung terjun ke dalam kumpulan asumsi dan praduga?
Ketika kisah
ini terungkap, menjadi sangat jelas bahwa pengadilan opini publik beroperasi di
bawah perangkat aturannya sendiri, di mana fakta berada di deretan belakang
setelah sensasi dan desas-desus. Oh, gilanya keadilan di media sosial, di mana
bisikan skandal saja sudah cukup untuk mengutuk orang yang tidak bersalah dan
menodai reputasinya dengan sembrono.
Sepertinya
sebagian besar dari netizen kita yang tercinta ini melewatkan kelas literasi
digital! Alih-alih meluangkan waktu sejenak untuk memahami konteks berita,
mereka malah terjun ke lautan emosi. Pemeriksaan fakta? Siapa yang butuh itu
ketika kamu bisa ikut-ikutan marah yang dipicu oleh informasi yang salah?
Mentalitas Gerombolan
Permainan
klasik "ikuti pemimpin" menjadi andalan para netizen kita! Ketika
sebuah gosip menarik beredar di dunia maya, semua orang ingin ikut ambil bagian
dengan mengikuti opini mayoritas. Dipikir dan dicerna dulu? Tidak perlu, itu kuno
banget! Mentalitas gerombolan pun muncul, dan tiba-tiba cyberbullying menjadi sebuah
aktivitas yang umum.
Di dunia di mana satu kesalahan penekanan tombol saja dapat mengubah kehidupan digital kamu, sangat penting untuk berhati-hati. Jadi, para netizen yang budiman, lain kali jika kamu merasa ingin bergabung dengan gerombolan penghujat digital, mundurlah sejenak, bernapaslah, dan lakukan pengecekan fakta secara cepat.
Bagaimanapun
juga, sedikit kehati-hatian tidak akan merugikan siapa pun, dan sikap skeptis
yang sehat bisa sangat membantu dalam menghindari perdebatan online yang tidak
perlu.
Sebagai penutup, mari kita angkat topi untuk Dewi Sandra yang tetap cool dan elegan walau sudah menjadi korban dari serangan salah lapak.. Semoga cobaan yang dialaminya menjadi pengingat bagi kita semua bahwa di balik setiap akun Instagram ada orang yang nyata, yang layak untuk mendapatkan perhatian dan waktu untuk berpikir.