Indonesia, negeri yang memiliki cinta yang mendalam terhadap sepak bola. Sebuah negeri yang telah menyambut pelatih asing dengan tangan terbuka, merangkul pemain naturalisasi sebagai anak bangsa, namun rasa manis kemenangan di kancah internasional masih menjadi mimpi yang jauh dari kenyataan.
Mungkin,
saatnya bagi kita untuk menghadapi kenyataan bahwa sepak bola bukanlah olahraganya
orang Indonesia. Meski memiliki antusiasme yang tinggi, prestasi timnas
Indonesia di tingkat internasional masih jauh dari harapan.
Pelatih dari Luar Negeri, Pemain Naturalisasi, Tapi...
Pemerintah lewat
PSSI telah berupaya meningkatkan kemampuan timnas dengan merekrut pelatih dari
luar negeri. Masuknya pelatih asing dimaksudkan untuk menanamkan bakat lokal
dengan sentuhan internasional, namun hasilnya seperti mencoba mengubah sapi
menjadi kuda pacu. Upaya yang gagah berani, tetapi pada akhirnya, sebuah kegagalan.
Kemudian ada
para pemain naturalisasi, individu-individu yang digembar-gemborkan untuk
menjadi mata rantai yang hilang, pengubah permainan, penyelamat sepak bola
Indonesia. Sayangnya, kenyataannya lebih mirip dengan ilusi besar.
Apakah PSSI
harus merekrut pelatih sekelas Guardiola atau Ancelloti? Apakah PSSI juga harus
menaturalisasi pemain sekelas Messi atau Ronaldo?
Kenyataan Pahit
Setiap kali
turnamen besar seperti Piala Asia atau Piala Dunia tiba, harapan tinggi muncul
di kalangan penggemar. Namun, seringkali harapan tersebut diikuti oleh
kekecewaan.
Jadi, apa sih kenyataan
pahit yang mengintai sepak bola Indonesia ini? Apakah kurangnya infrastruktur,
kelangkaan talenta, atau memang Indonesia harus fokus di olah raga lainnya?
Infrastruktur-kah?
Sekadar catatan, menurut Wikipedia Indonesia saat ini memiliki 27 stadion
dengan kapasitas lebih dari 30.000 penonton. Dimana 14 di antaranya sudah
berstandar FIFA. Belum lagi stadion-stadion kecil yang ada di kabupaten.
Dengan
banyaknya infrastruktur, Indonesia masih berada di peringkat FIFA #146, kalah
dengan Syria di #91 atau Palestina di #99. Padahal kedua negara ini situasinya
sedang tidak dalam keadaan damai dan hancur akibat perang. Kok bisa mereka jauh
di atas Indonesia? Saya bingung jadinya.
Kekurangan
talenta? Kalau faktor yang satu ini memang cukup aneh. Saya ambil contoh India,
negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Peringkat mereka di FIFA
adalah #102. Sementara China dengan jumlah penduduk terbesar kedua ada di
peringkat #79.
Tapi Belgia
yang jumlah penduduknya hanya 11 jutaan, bisa ada di peringkat #4. Bahkan Swiss
yang penduduknya cuma 8 jutaan ada di peringkat #18.
Apakah dari
ratusan juta penduduk Indonesia tidak ada 11 orang yang mumpuni untuk bermain
bola selama 90 menit?
Harapan dan Kepedihan
Dengan segala
keterbatasannya, kita perlu menghadapi kenyataan bahwa sepak bola bukanlah
kekuatan utama Indonesia di tingkat internasional.
Saat kita
meneguk secangkir ironi pahit, kita harus mengakui bahwa mengejar kejayaan
sepak bola internasional adalah sebuah maraton, bukan lari cepat. Dibutuhkan
kesabaran, ketekunan, dan refleksi diri yang sehat.
Mungkin sepak
bola Indonesia berada di persimpangan jalan, di mana evaluasi ulang terhadap
pendekatannya, pembinaannya, dan sedikit keberuntungan mungkin bisa membuat perjalanannya
lebih baik.