Weekend kemarin (27-29 April), gue kembali ikutan open trip bareng MyPermataWisata ke UK alias Ujung Kulon. Iyaa bukan UK di Eropa sono, belum sanggup.
Tadinya sebelum booking sempat was-was juga mengingat cuaca di Jakarta yang hujan melulu. Belum lagi ramalan BMKG dan berita yang menampilkan cuaca ekstrim di seluruh wilayah Indonesia. Tapi Alhamdulillah, selama perjalanan mulai dari berangkat sampai pulang, cuacanya normal aja, walaupun agak berangin.
Day 1
Semua peserta ngumpul di depan Pintu 1 GBK. Di sana busnya udah nunggu. Karena pesertanya ada 24 orang, yang dipakai adalah bus medium seukuran Kopaja. Agak sedikit lega karena ngga harus naik mobil Elf.Perjalanan dimulai jam 22, sampai Desa Sumur sekitar jam 4.45. Perjalanan mulus dan lancar. Cuma, sekitar mungkin 10 km jelang Desa Sumur jalannya jelek banget. Udah aspalan sih, cuma pada bolong-bolong.
Dari Desa Sumur ini, keliatan P. Umang.
Day 2
Setelah sarapan, refreshing, dan briefing sebentar, kami menuju ke dermaga/pasar ikan, buat naik ke kapal. Dari dermaga itu diantar dulu naik kapal kecil buat naik ke kapal besar (ya ngga besar-besar amat sih) yang sudah menunggu. Bentuk kapalnya kayak gini. Biarpun kayak gitu, tapi muat loh 24 orang plus beberapa ABK. Dan masih lega pula.Tujuan pertamanya adalah Karang Copong yang ada di P. Peucang. Dari dermaga tadi sampai Peucang sekitar 4 jam. Yah lumayan buat bayar utang tidur yang ilang waktu di bis.
Di itinerary sih dibilangnya bakalan ada trekking dari Dermaga Peucang ke Karang Copong ini. Tapi ternyata kita lihat Karangnya cuma dari kapal aja. Katanya sih mempersingkat waktu karena trekking dari dermaga Peucang sampe Copong ini bolak-balik bisa 2 jam. Yah sudah lah tak apa. Lagian gue ga bawa sepatu.
Setelah liat Karang Copong, kita langsung menuju ke Cidaon yang masih deket-deket situ. Setelah docking, dari dermaga menuju ke lapangan pengembalaan ada sekitar 15 menit, melewati hutan.
Sebenarnya ngga ada yang diliat di Cidaon ini. Hanya lapangan luas dengan beberapa pohon tinggi. Walaupun gue sempat melihat, ada banteng dari kejauhan yang segera balik ke hutan begitu lihat manusia. Mungkin karena udah masuk tengah hari jadi hewannya pada ngumpet lagi. Untungnya, saat itu cuma ada rombongan kita aja. Jadi suasananya sepii banget.
Keliatan nggak, gue? |
Dari Cidaon, kami langsung menuju ke dermaga Peucang. Sampai sana, udah rame banget karena ada banyak rombongan lain. Di Peucang ini ada semacam penginapan yang bisa disewa. Sempat ngobrol sama tukang perahu kami, katanya tarif menginap di situ ada yang 300-500 ribu per malam. Di tengah-tengahnya ada bangunan yang jadi semacam kantor. Ternyata di situ juga jualan Indomie plus minuman. Jadi ngga usah khawatir buat yang kelaparan dan kehausan. Harganya juga normal kok.
Depan resort Pulau Peucang |
Di sana kami diajak untuk melihat sebuah pohon yang gedenya naujubilah. Namanya pohon Kiara. Kata penjaga hutannya, pohon ini udah ada sejak zamannya Krakatau meletus di 1883. Untuk menuju ke pohon itu, dari kantor penjaga hutan, jalan terus ke belakang, menembus hutan sekitar 15 menitan.
Di depan Pohon Kiara |
Puas foto-foto, kami kembali ke kapal dan makan siang di atas kapal. Menunya sederhana, ikan goreng, sayur asem, plus sambel, dan nasi yang peraaaa banget. Tapi namanya laper dan suasananya yang mendukung, abis aja dah.
Usai makan siang, lanjut ke snorkeling di sekitar Peucang. Snorkeling kali ini gue sekalian nyoba snorkeling vest yang baru aja beli. Jujur aja, snorkeling di spot tersebut kurang nyaman karena agak dalam dan arusnya kencang banget.
Selesai snorkeling, kami langsung menuju homestay. Nah kembali melenceng dari itinerary. Moga-moga ada orang dari MPW yang baca ya. Di itinerary ditulis bahwa homestay ada di P. Handeleum, tapi ternyata nggak. Homestay-nya ternyata ada di daerah Tamanjaya, yang masih di satu pesisir yang sama dengan Desa Sumur tadi. Memang sih masih di pinggir pantai, tapi perkiraan bakal nginap di homestay berpasir putih, sirna.
Udah gitu listrik di sana sempat mati sampai sekitar jam 20-an. Jadi kami makan malam harus ditemani cahaya LED dari ponsel dan lilin. Untung aja pas mau tidur, listrik nyala dan kami bisa tidur nyenyak. Uniknya, walaupun lokasinya di pinggir pantai, ngga ada nyamuk dan hawanya cukup adem. Oh ya, di sini juga ngga ada sinyal karena Simpati & 3 gue sama sekali ga nyaut.
Day 3
Jam 8 kami sarapan, beres-beres dan langsung checkout dari homestay. Dari Tamanjaya, kami menuju ke P. Handeleum. Pagi itu cuacanya cerah tapi anginnya kencang jadi sewaktu di kapal sempat was-was juga. Di Handeleum itu sempat mampir ke sebuah rumah yang katanya sih rumah para penjaga hutan di Handeleum. Cuma waktu itu lagi nggak ada orang sama sekali, hanya seekor merak saja yang menyambut kami.Dari situ kami berpindah lagi ke Cigenter. Untuk menuju ke Cigenter ini, kami dijemput oleh sebuah kapal bermotor dari kapal karena kapalnya nggak bisa menepi.
Antre naik perahu di muara Sungai Cigenter |
Semua pengunjung Cigenter dikumpulkan di muara. Dari situ mereka nunggu giliran untuk berkano menyusuri Sungai Cigenter. Dari awal, gue memang udah ngga tertarik untuk menyusuri Cigenter ini karena alasan safety. Selain kanonya yang cuma seukuran gelondongan kayu, ngga dipakein life vest pula. Plus sungai yang cocok banget jadi habitat buaya air asin, walaupun pada akhirnya ngga ada yang mengklaim ketemu atau lihat buaya. Kalau alasan yang terakhir itu, mungkin karena gue keseringan nonton acara Swamp People.
Photo by Boa |
Dari Cigenter, kami menuju ke P. Badul buat snorkeling lagi. Lama perjalanannya kira-kira 2 jam lebih. Spot di sini jauh lebih bagus ketimbang yang pertama. Ikannya lebih banyak, lebih jernih dan lebih dangkal.
Photo by Apin |
Selesai snorkeling, kami kembali ke titik awal yakni Desa Sumur untuk bersih-bersih dan melanjutkan perjalanan pulang ke Jakarta.
Terus gimana badaknya, ketemu? Hahahha, ya jelas nggak ketemu lah. Di UK itu cuma ada sekitar 67 ekor di area segitu luasnya. Butuh waktu berhari-hari dan kesabaran super buat liat badak itu.